Identifikasi Spesies Ikan Di Indonesia Yang Berpotensi Komersial Menggunakan DNA Barcoding

Oleh:

LALU ARIP FATHURRAHMAN

 

PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di jantung segitiga trumbu karang (Coral triangle), memiliki kekayaan biodiversitas laut yang luar biasa dan menjadi habitat bagi ribuan spesies ikan bernilai ekonomis tinggi. Wilayah seperti Kepulauan Nias dan Raja Ampat diketahui sebagai penyumbang perikanan demersal dan pelagis yang krusial bagi ketahanan pangan dan ekonomi nasional. Namun, besarnya potensi perikanan ini berbanding lurus dengan ancaman eksploitasi berlebih dan praktik perikanan yang tidak berkelanjutan. Tantangan mendasar yang sering diabaikan dalam pengelolaan sumber daya ini adalah kurang perhatian yang menyeluruh dan ketidakakuratan data biologi dasar akibat kesalahan identifikasi spesies.

Identifikasi spesies ikan secara konvensional yang hanya mengandalkan karakteristik morfologi (morfometrik dan meristik) menghadapi hambatan serius yang dikenal sebagai “hambatan taksonomi”. Banyak spesies ikan komersial, seperti kerapu (Serranidae), kakap, dan hiu, memiliki kemiripan morfologi yang tinggi (Morphological ambiguities), variasi warna ontogenetik, serta adanya spesies kriptik spesies yang secara genetis berbeda namun terlihat identik. Ketidakmampuan membedakan spesies secara akurat sering kali berujung pada fenomena mislabeling (salah pelabelan) di pasar makanan, di mana ikan bernilai rendah dijual sebagai ikan bernilai tinggi, atau lebih parah lagi, spesies yang terancam punah diperdagangkan secara ilegal di bawah label spesies umum. Kesalahan identifikasi ini menyebabkan distorsi data stok perikanan, yang pada akhirnya mengakibatkan kegagalan strategi manajemen konservasi dan kerugian ekonomi yang signifikan.

Strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini yaitu menggunakan penerapan teknologi molekuler yang presisi, salah satunya yakni DNA barcoding. DNA barcoding, yang memanfaatkan segmen gen mitokondria Cytochrome c Oxidase subunit I (COI), telah muncul sebagai standar global untuk identifikasi spesies yang cepat, akurat, dan objektif. Metode ini terbukti mampu mengidentifikasi spesies pada berbagai stadium kehidupan, mulai dari larva hingga dewasa, serta pada produk ikan olahan yang telah kehilangan ciri morfologinya. Selain itu, DNA barcoding mampu mendeteksi spesies yang sebelumnya tidak teridentifikasi (un-sampled species) dan memvalidasi status konservasi spesies dalam daftar merah IUCN, yang sering kali terkendala oleh status “Data Deficient”.

Oleh karena itu, penerapan teknologi molekuler melalui DNA barcoding bukan lagi sekadar kebutuhan akademis, melainkan langkah strategis mendesak untuk menjamin keamanan pangan, keadilan ekonomi, dan keberlanjutan ekosistem laut Indonesia. Identifikasi yang akurat merupakan fondasi utama dalam merumuskan kebijakan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan, mencegah perdagangan ilegal biota laut yang dilindungi, dan menjamin keamanan pangan serta, keadilan ekonomi bagi konsumen.

DNA BARCODING

  1. Konsep Dasar DNA Barcoding

Seperti tersirat dari namanya, DNA barcoding, mirip dengan kode batang supermarket yang dipindai di konter untuk menampilkan informasi produk, menyerupai konsep tersebut sebagai alat penelitian keanekaragaman hayati, biologi, dan taksonomi. Mengidentifikasi atau menetapkan “barcode” pada suatu organisme dengan cara yang membedakannya dari spesies lain menggunakan data sekuensing dari amplikon PCR yang diproduksi di wilayah tertentu melalui DNA barcoding. Selain itu, morfologi, ekologi, dan perilaku spesies yang bervariasi merupakan kriteria yang menentukan urutan DNA. Oleh karena itu, pengenalan spesies selanjutnya menjadi mungkin menggunakan penanda genetik mereka dalam metode yang dibuat oleh (Imtiaz et al., 2017). Ini seperti membangun pustaka kode batang spesies yang diketahui dan mencocokkan atau menetapkan kode batang dari urutan yang tidak diketahui dari sampel yang tidak diketahui dengan pustaka kode batang untuk identifikasi. Untuk memastikan tingkat spesifisitas yang tinggi, DNA barcoding dilakukan dengan menggunakan fungsi fragmen pendek dari urutan DNA untuk mengkode gen subunit I sitokrom c oksidase mitokondria yang juga disebut gen cox1 atau CO1.

2. Keunggulan dan Keaslian DNA Barcoding

Keunggulan dari DNA barcoding yakni mampu mengidentifikasi organisme pada berbagai stadium kehidupan, mulai dari telur, larva, hingga dewasa, dan pada produk olahan yang telah kehilangan ciri fisiknya. Dalam konteks forensik perikanan, DNA barcoding kini telah mengalami perkembangan biasanya menghasilkan hasil yang akurat dan biaya pengurutan DNA rendah dan terus menurun. Salah satu manfaat utama prosedur analisis berbasis DNA adalah dapat diterapkan di seluruh rantai pasokan pangan, mulai dari spesimen utuh hingga sampel jejak seperti sisik dan sirip ikan, hingga produk ikan olahan dan matang (Imtiaz et al., 2017). Selain itu, analisis DNA mudah digunakan tidak hanya pada sampel ikan segar tetapi juga pada material sejarah yang diawetkan seperti tulang dan/atau sisik dari museum.

3. Standard Laboratory Procedure (SLP) DNA Barcode

Metode seperti DNA barcoding merupakan proyek global yang melibatkan ratusan laboratorium dalam pendataan spesies global. Oleh karena itu, metodologi baru ekstraksi DNA dan Polymerase Chain Reaction (PCR) terus dikembangkan seiring dengan perkembangan primer barcoding. Untuk menstandardisasi penanganan sampel DNA barcoding, BOLD telah menerapkan prosedur laboratorium standar (SLP). Dalam SLP (Gambar 1), jaringan segar berukuran beberapa milimeter sebaiknya ditempatkan dalam tabung Eppendorf 1,5 mL. Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan Fish Barcoding Method, yang juga tersedia daring di situs web BOLD.

Primer barcoding DNA universal (berdasarkan kelompok hewan, misalnya invertebrata, tumbuhan, mamalia, dll.) digunakan untuk amplifikasi PCR. Pita kontrol positif (sampel yang diketahui menghasilkan pita positif untuk primer yang dipilih) dimasukkan ke dalam PCR sebagai kontrol positif. Kontrol negatif (campuran yang tidak mengandung cetakan DNA) juga dimasukkan ke dalam campuran PCR untuk memastikan bahwa campuran utama tidak mengandung DNA yang mengontaminasi. Amplifikasi PCR dianalisis dengan memasukkan produk hasil amplifikasi PCR pada elektroforesis gel agarosa dengan penanda standar (DNA dengan ukuran pasangan basa yang diketahui), seperti tangga DNA 1 kilo pasangan basa (kbp) (Mampang et al., 2023).

Tinjauan prosedur eksperimental yang diterapkan untuk perpustakaan kode batang

IMPLIKASI ILMIAH DAN PROSPEK PENERAPAN

Dalam penelitia Ramadhaniaty et al., (2024) Barcode DNA membantu para ahli taksonomi dalam hal identifikasi, penemuan dan studi genetik spesimen untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu pengetahuan tentang keanekaragaman spesies dan tingkat variasi antar spesies. Tantangan teknik DNA barcoding tidak hanya mengidentifikasi spesies dengan tepat, tetapi juga membuat pustaka referensi global terstandarisasi berdasarkan identifikasi spesimen target.

Beberapa peneliti merekomendasikan penggunaan teknik DNA barcoding karena hemat biaya, cepat, dan autentik untuk konservasi spesies. Dengan menggunakan data kode batang, para pemangku kepentingan dapat mengumpulkan informasi konservasi, peneliti dapat mengidentifikasi spesies tanpa menggunakan metode tradisional, ahli taksonomi dapat mengatasi ambiguitas dalam klasifikasi, dan pembuat kebijakan dapat memperkirakan tingkat konservasi sehingga akan menggambarkan strategi pengelolaan yang tepat untuk spesies terkait.

DNA barcoding membantu dalam menilai dan memantau keanekaragaman hayati dengan memperoleh informasi yang berguna tentang keanekaragaman dan kelimpahan kehidupan dengan mendokumentasikan dan menganalisis DNA berbagai spesies dalam suatu ekosistem. Beberapa penelitian telah menunjukkan efektivitas DNA barcoding dalam penilaian keanekaragaman hayati. Misalnya, Hebert et al., (2003). melakukan penelitian pada spesies burung dan menemukan bahwa DNA barcoding berhasil membedakan spesies yang berkerabat dekat dengan akurasi tinggi. Demikian pula, Hajibabaei et al., (2007), berfokus pada artropoda terestrial dan menunjukkan bahwa DNA barcoding dengan cepat dan akurat mengidentifikasi spesies, bahkan dalam ekosistem yang kompleks. Hal ini terbukti penting untuk memahami kesehatan ekosistem, melacak perubahan komposisi spesies dari waktu ke waktu, dan mengenali spesies invasif.

Seperti halnya dalam memvalidasi kerapu menggunakan DNA barcoding mampu mengakomodasi ambiguitas spesies yang diperdagangkan di Raja Ampat sebagai ikan mewah. Hasilnya bermanfaat dalam memperluas pengetahuan tentang spesies kerapu yang teridentifikasi melalui DNA barcoding di Raja Ampat (Ayu et al., 2024). Sebelumnya, penelitian telah dilakukan di Pulau Salawati terhadap delapan ikan yang mengidentifikasi delapan spesies dalam 3 genus; penelitian lain dilakukan di bagian utara Bentang Laut Kepala Burung (BHS) Papua, termasuk Raja Ampat, dan di enam wilayah sekitarnya, 16 spesies diidentifikasi dalam 5 genus (Tapilatu et al., 2021). Barkode DNA juga sangat bermanfaat dalam pemantauan kualitas ikan-ikan penting secara ekologis (Schoelinck et al., 2014). Selain itu, hasil ini juga memberikan informasi bagi pemerintah atau pemangku kepentingan lain di bidang sumber daya perikanan, yang akan sangat berharga dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan.

KETERBATASAN BARCODE GAP DAN PENTINGNYA TAKSONOMI INTEGRATIF

Konsep kesenjangan kode batang (barcode gap) mengacu pada perbedaan antara variabilitas genetik di dalam spesies (intraspesifik) dan antar spesies (interspesifik) pada gen COI. Meskipun celah ini sering digunakan untuk memprediksi keberhasilan identifikasi, akurasinya sering terganggu oleh tumpang tindih nilai divergensi genetik yang menyebabkan perhitungan dalam literatur menjadi bias. Oleh karena itu, penggunaan parameter jarak interspesifik terkecil dianggap lebih valid untuk analisis berbasis jarak dan prediksi spesies kriptik dibandingkan hanya mengandalkan rata-rata celah kode batang.

Meskipun DNA barcoding menawarkan metode yang objektif, cepat, dan terukur, pendekatan ini tidak dapat sepenuhnya menggantikan taksonomi tradisional, melainkan harus ditempatkan sebagai alat komplementer. Penerapan taksonomi integrative yang menggabungkan data genetik dengan morfologi dan ekologi terbukti lebih efektif dalam memecahkan masalah keanekaragaman kriptik dan mempercepat penilaian biodiversitas guna mengatasi hambatan taksonomi (taxonomic impediment). Dengan demikian, sinergi antara pendekatan molekuler dan metode tradisional sangat direkomendasikan untuk menjamin akurasi data bagi kepentingan taksonomi dan konservasi keanekaragaman hayati.

KESIMPULAN

Kesalahan identifikasi spesies ikan komersial di Indonesia akibat keterbatasan morfologi merupakan ancaman serius bagi keberlanjutan perikanan dan stabilitas ekonomi nasional. DNA barcoding dengan pemanfaatan gen mitokondria COI menawarkan solusi identifikasi yang cepat, objektif, dan akurat untuk mengatasi hambatan taksonomi tersebut, bahkan pada produk olahan maupun stadium larva. Metode ini terbukti efektif dalam memvalidasi spesies, mendeteksi mislabeling, dan menyediakan data dasar yang krusial bagi manajemen konservasi, sebagaimana dibuktikan dalam studi kasus di Raja Ampat. Meskipun memiliki keterbatasan terkait konsep barcode gap, integrasi pendekatan molekuler ini dengan taksonomi tradisional tetap menjadi strategi terbaik untuk hasil identifikasi yang komprehensif. Oleh karena itu, penerapan teknologi ini merupakan langkah strategis yang mendesak untuk menjamin keamanan pangan, mencegah perdagangan ilegal biota laut, serta mendukung kebijakan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan di Indonesia.

Related Posts

Desa Berdaya dan Tantangan Mengubah Kemiskinan Desa

Oleh : Mansur Afifi (Guru Besar Ekonomi Universitas Mataram) Pemerintah daerah provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) telah meluncurkan sebuah program yang progresif, komprehensif, terstruktur, dan masif yang diberi nama Program…

Bukan Sihir, Tapi Sains: Menguak Rahasia Dengan Barcoding DNA

Oleh : Baiq Endang Kurnia Ramdhani (Mahasiswi S-2 Biologi UNRAM)   Pernahkah kita berfikir atau bertanya-tanya Ketika membeli ikan yang sudah di fillet?, apakah itu benar-benar ikan kakap merah atau…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You Missed

Puncak Acara HUT NTB ke-67, Gubernur Iqbal Paparkan Triple Program Unggulan

Puncak Acara HUT NTB ke-67, Gubernur Iqbal Paparkan Triple Program Unggulan

Peringatan HDI 2025, Yayasan LombokCare Gugah Kesadaran Kolektif Inklusi Disabilitas

Peringatan HDI 2025, Yayasan LombokCare Gugah Kesadaran Kolektif Inklusi Disabilitas

HUT ke-67 NTB, Gubernur Tegaskan “Gerak Cepat NTB Hebat” untuk NTB Makmur Mendunia

HUT ke-67 NTB, Gubernur Tegaskan “Gerak Cepat NTB Hebat” untuk NTB Makmur Mendunia

Desa Berdaya: Arah Baru Ikhtiar Membangun dari Akar di Usia NTB ke-67

Desa Berdaya: Arah Baru Ikhtiar Membangun dari Akar di Usia NTB ke-67

Kemiskinan Eksrem Masih Jadi PR di NTB, Wagub Ajak BKOW Perkuat Kerjasama

Kemiskinan Eksrem Masih Jadi PR di NTB, Wagub Ajak BKOW Perkuat Kerjasama

Putra Daerah NTB, Prof Kurniawan Tawarkan Transformasi Universitas Mataram

Putra Daerah NTB, Prof Kurniawan Tawarkan Transformasi Universitas Mataram