Metilasi DNA Kanker Kolorektal : Target Epigenetik untuk Diagnosis dan Terapi

Oleh: Fitria Ernawati

Pendahuluan

Secara global, Kanker Kolorektal (KRR) merupakan salah satu keganasan dengan angka kematian tertinggi, menempatkannya di posisi kedua penyebab kematian terkait kanker. Model patogenesis KRR secara tradisional berfokus pada akumulasi mutasi genetik yang mengaktifkan onkogen dan menonaktifkan gen supresor tumor (TSG). Namun, dalam dua dekade terakhir, bidang onkologi telah mengalami pergeseran paradigma. Perubahan epigenetik kini diakui sebagai komponen integral yang mendorong inisiasi, progresi, dan resistensi obat KRR. Modifikasi epigenetik ini bertindak sebagai lapisan informasi tambahan yang memprogram ulang ekspresi gen dan identitas sel, memungkinkan transisi dari sel normal menjadi sel kanker.(Made et al., 2018)

Epigenetik merujuk pada modifikasi herediter yang memengaruhi fungsi gen tanpa mengubah urutan basa DNA. Ekspresi gen diatur melalui interaksi kompleks dari tiga mekanisme epigenetik utama: metilasi DNA, modifikasi histon, dan regulasi oleh non-coding RNA. Pada KRR, disregulasi proses epigenetik ini sangat menonjol dan memainkan peran kunci dalam mengaktifkan jalur onkogenik sekaligus membungkam mekanisme pertahanan seluler. Secara spesifik, disregulasi ini terutama terlihat pada pola metilasi DNA, yang mengarah pada inaktivasi gen-gen vital.(Annisa et al., 2024)

A. Metilasi DNA: Fenomena CIMP dan Ketidakstabilan Genom

Metilasi DNA adalah salah satu kelainan epigenetik yang paling krusial dan paling sering diteliti terdalam patogenesis Kanker Kolorektal (KRR). Proses ini melibatkan penambahan gugus metil pada dinukleotida CpG. Pada sel KRR, pola metilasi ini mengalami distorsi parah, di mana terjadi dua fenomena yang berlawanan namun simultan: hipometilasi global (penurunan metilasi secara keseluruhan di genom) dan hipermetilasi regional yang ditargetkan.

Hipermetilasi pada Gen Supresor Tumor (TSG)

Secara fungsional, hipermetilasi terjadi secara spesifik pada CpG island yang berada di wilayah promotor gen supresor tumor (TSG), yaitu wilayah yang seharusnya tidak termetilasi pada sel normal. Kejadian ini mengakibatkan pembungkaman transkripsional (gene silencing) gen-gen tersebut, yang secara efektif meniru efek dari mutasi inaktivasi genetik.

Dengan hilangnya fungsi penekan tumor ini, sel kehilangan mekanisme kontrol pentingnya, meskipun tidak terjadi kerusakan fisik pada untai DNA. Perubahan pola metilasi ini menghasilkan fenomena paling signifikan, yaitu CpG Island Methylator Phenotype (CIMP). CIMP dicirikan oleh hipermetilasi yang meluas dan terjadi serentak pada banyak locus CpG island. Fenotipe CIMP berhubungan erat dengan jalur onkogenik spesifik yang mempercepat progresivitas KRR.

Target utama hipermetilasi ini mencakup gen-gen yang menjaga integritas genom. Contohnya, inaktivasi gen MLH1, gen esensial dalam sistem Mismatch Repair (perbaikan DNA), yang terjadi melalui hipermetilasi promotor, adalah jalur onkogenik kunci yang terkait dengan fenotipe CIMP-tinggi. Pembungkaman MLH1 ini memicu ketidakstabilan mikrosatelit (Microsatellite Instability – MSI), suatu kondisi perubahan panjang berulang pada urutan DNA, yang merupakan penanda prognostik dan prediktif penting dalam penanganan KRR(Made et al., 2018)

Selain gen perbaikan DNA, hipermetilasi juga menargetkan gen-gen pengatur siklus sel. Gen seperti p16 atau CDKN2A, yang berfungsi sebagai ‘rem’ pertumbuhan sel, sering dibungkam oleh metilasi. Hilangnya fungsi gen-gen ini menghilangkan mekanisme penghambatan pertumbuhan, sehingga memfasilitasi proliferasi sel kanker yang tidak terkontrol dan mempercepat perkembangan tumor. (Annisa et al., 2024). Dengan demikian, metilasi DNA memainkan peran sentral dalam mengganggu keseimbangan regulasi gen dan memicu ketidakstabilan genom, yang merupakan ciri khas keganasan KRR.

B. Hipometilasi Global

Kontras dengan hipermetilasi yang bersifat regional di CpG island, DNA sel Karsinoma Kolorektal (KKR) umumnya memperlihatkan penurunan metilasi secara menyeluruh (hipometilasi global) pada wilayah genom berulang yang luas. Salah satu contohnya adalah elemen transposabel LINE-1 (Long Interspersed Nucleotide Element-1). Secara umum, hipometilasi ini berhubungan dengan ketidakstabilan kromosom, yang meningkatkan risiko kerusakan dan penyusunan ulang kromosom. Selain itu, aktivasi onkogen berpotensi terjadi karena gen yang biasanya tidak aktif (silent) di wilayah heterokromatin dapat teraktifkan(Made et al., 2018).

Peran Modifikasi Histon dan ncRNA

Selain metilasi DNA, modifikasi histon dan disregulasi non-coding RNA (ncRNA) juga memiliki peran penting, seringkali berinteraksi dengan metilasi DNA.

Modifikasi Histon: Struktur kromatin dikendalikan oleh enzim Histone Deacetylase (HDAC) dan Histone Acetyltransferase (HAT). Dalam KRR, keseimbangan antara asetilasi dan deasetilasi histon sering mengalami disregulasi. Kelebihan aktivitas HDAC dapat mengakibatkan pemadatan kromatin (membentuk heterokromatin), sehingga berkontribusi pada penekanan TSG. Inhibitor HDAC (HDACi) memiliki potensi sebagai agen terapeutik untuk mengembalikan struktur kromatin terbuka dan mereaktivasi gen yang sebelumnya dibungkam(Erdian et al., 2023).

Non-coding RNA (ncRNA): Jenis ncRNA seperti MicroRNA (miRNA) berfungsi sebagai regulator pasca-transkripsional. Disregulasi miRNA yang bersifat onkogenik maupun supresor tumor sering terjadi pada KRR. Peningkatan kadar miR-21 yang beredar telah diidentifikasi sebagai biomarker non-invasif yang menjanjikan, karena perannya dalam mendorong proliferasi dan invasi sel KRR. Modalitas skrining yang lebih sensitif daripada metode tradisional dapat ditawarkan melalui deteksi miRNA dalam sampel feses atau serum(Annisa et al., 2024).

C. Implikasi Ilmiah dan Prospek Penerapan

1. Implikasi Ilmiah: Biomarker Non-Invasif

Studi epigenetik dalam KRR memiliki implikasi ilmiah utama dalam pengembangan biomarker diagnostik dan prognostik yang bersifat non-invasif. Pola metilasi DNA dan miRNA yang terdistorsi dapat dideteksi dalam sampel non-invasif seperti serum, plasma, atau feses, sebuah metode yang jauh lebih disukai daripada biopsi jaringan.

Skrining Dini: Skrining KRR pada populasi berisiko dapat dilakukan dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi melalui deteksi metilasi locus spesifik (misalnya, promotor gen MLH1) yang ditemukan dalam DNA bebas sel (cell-free DNA) atau DNA feses.

Stratifikasi Risiko: Fenotipe CIMP memungkinkan stratifikasi pasien KRR. Pasien KRR dengan CIMP-tinggi cenderung memiliki karakteristik klinis dan molekular yang berbeda, yang memandu keputusan terapi.

2. Prospek Terapeutik: Epigenetic Priming

Karena sifat epigenetik yang reversibel, KRR adalah kandidat yang sangat baik untuk penerapan terapi epigenetik. Konsep sentral dari pendekatan ini adalah memanfaatkan agen epigenetik untuk melakukan pemrograman ulang sel kanker(Katz et al., 2014).

Inhibitor DNA Metiltransferase (DNMTi): Obat-obatan seperti 5-azacytidine dan decitabine berfungsi menghambat aktivitas DNMT, mengurangi hipermetilasi, dan mengaktifkan kembali ekspresi TSG.

Kombinasi Sinergis: Prospek terapeutik yang paling menjanjikan adalah terapi kombinasi (epigenetic priming), di mana DNMTi dan/atau Inhibitor Histone Deacetylase (HDACi) digunakan untuk mengembalikan kerentanan sel kanker, diikuti dengan pemberian agen kemoterapi konvensional (Katz et al., 2014). Pendekatan ini bertujuan untuk membalikkan resistensi obat yang sering muncul setelah pengobatan lini pertama KRR. Strategi ini sangat relevan untuk KRR dengan fenotipe CIMP/MSI yang mungkin kurang responsif terhadap terapi tertentu.

Kesimpulan

Reprograming epigenetik, terutama metilasi DNA, merupakan ciri khas yang melekat dan pendorong utama patogenesis kanker kolorektal. Pola hipermetilasi gen supresor tumor (MLH1, p16) yang menghasilkan fenotipe CIMP, dikombinasikan dengan hipometilasi global dan disregulasi miRNA (seperti miR-21), secara kolektif mengendalikan nasib sel KRR. Pemahaman mendalam tentang mekanisme ini telah bertransformasi dari sekadar deskripsi mekanistik menjadi dasar yang kokoh untuk pengembangan modalitas klinis baru. Prospek penggunaan biomarker epigenetik non-invasif untuk skrining dini dan pemanfaatan agen terapeutik epigenetik (DNMTi dan HDACi) dalam terapi kombinasi menawarkan jalur yang kuat dan inovatif untuk meningkatkan prognosis pasien KRR di masa depan.

  • Related Posts

    Desa Berdaya: Arah Baru Ikhtiar Membangun dari Akar di Usia NTB ke-67

    Oleh: Dr. H. Ahsanul Khalik – Staf Ahli Gubernur Bidang Sosial dan Kemasyarakatan Peluncuran Desa Berdaya menandai perubahan cara pandang pemerintah daerah terhadap desa. Selama ini, desa kerap diposisikan sebagai…

    Penambangan Ilegal, Suatu Tinjauan Hubungan Antar Pemerintahan

    Oleh: Dr. Agus, M.Si Peneliti PusDeK UIN Mataram Publik kembali digegerkan dengan kasus aktivitas tambang emas ilegal yang menelan korban jiwa di Dusun Kuta II, Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    You Missed

    Puncak Acara HUT NTB ke-67, Gubernur Iqbal Paparkan Triple Program Unggulan

    Puncak Acara HUT NTB ke-67, Gubernur Iqbal Paparkan Triple Program Unggulan

    Peringatan HDI 2025, Yayasan LombokCare Gugah Kesadaran Kolektif Inklusi Disabilitas

    Peringatan HDI 2025, Yayasan LombokCare Gugah Kesadaran Kolektif Inklusi Disabilitas

    HUT ke-67 NTB, Gubernur Tegaskan “Gerak Cepat NTB Hebat” untuk NTB Makmur Mendunia

    HUT ke-67 NTB, Gubernur Tegaskan “Gerak Cepat NTB Hebat” untuk NTB Makmur Mendunia

    Desa Berdaya: Arah Baru Ikhtiar Membangun dari Akar di Usia NTB ke-67

    Desa Berdaya: Arah Baru Ikhtiar Membangun dari Akar di Usia NTB ke-67

    Kemiskinan Eksrem Masih Jadi PR di NTB, Wagub Ajak BKOW Perkuat Kerjasama

    Kemiskinan Eksrem Masih Jadi PR di NTB, Wagub Ajak BKOW Perkuat Kerjasama

    Putra Daerah NTB, Prof Kurniawan Tawarkan Transformasi Universitas Mataram

    Putra Daerah NTB, Prof Kurniawan Tawarkan Transformasi Universitas Mataram