
Mataram(KabarBerita)— Program BERANI II, inisiatif kolaboratif lintas lembaga yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui UNICEF bersama mitra QR Moment, berhasil menekan angka perkawinan anak di Nusa Tenggara Barat (NTB) hingga hampir 74 persen di wilayah intervensi sepanjang 2025.
Keberhasilan tersebut disampaikan Dewan Pengawas Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Anis Mujahid Akbar. Menurutnya, Program BERANI II dijalankan secara intensif di 15 desa intervensi yang tersebar di Kabupaten Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Lombok Utara dengan pendekatan berbasis desa, sekolah, serta penguatan kebijakan lokal.
“Program ini dirancang tidak hanya untuk mencegah perkawinan anak, tetapi juga memperkuat pemenuhan hak kesehatan reproduksi perempuan melalui pendekatan yang sistematis dan terintegrasi,” ujar Anis.
Ia menjelaskan, NTB masih tercatat sebagai provinsi dengan prevalensi perkawinan anak tertinggi secara nasional dalam dua tahun terakhir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka perkawinan anak di NTB mencapai 17,32 persen pada 2023 dan turun menjadi 14,96 persen pada 2024. Meski mengalami penurunan, angka tersebut masih jauh di atas rata-rata nasional yang berada di kisaran 5,94 persen.
Selama periode pelaksanaan program 2024–2026, tercatat 109 kasus perkawinan anak di 15 desa intervensi. Melalui berbagai kegiatan pencegahan yang dilakukan secara berkelanjutan, jumlah kasus tersebut berhasil ditekan secara signifikan pada 2025.
Upaya pencegahan dilakukan melalui penguatan regulasi desa, pembentukan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), kampanye bagi remaja dan keluarga, serta pengembangan layanan perlindungan anak terintegrasi dengan melibatkan tokoh agama dan kader desa. Program ini juga mendorong peningkatan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) untuk pencegahan perkawinan anak dan pemenuhan hak kesehatan reproduksi perempuan.
Secara keseluruhan, total penerima manfaat Program BERANI II mencapai 14.634 orang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Anis menilai, penurunan angka perkawinan anak memberikan dampak luas, mulai dari mencegah terbentuknya keluarga miskin baru, memperkuat akses layanan kesejahteraan, hingga meningkatkan kualitas sumber daya manusia di tingkat desa.
“Kami berharap praktik baik dari Program BERANI II dapat diadopsi oleh Pemerintah Provinsi NTB melalui program Desa Berdaya sebagai kebijakan berkelanjutan dalam melindungi anak dan perempuan,” katanya.
Sementara itu, Gubernur Nusa Tenggara Barat, Lalu Muhamad Iqbal, menekankan pentingnya pendekatan kreatif dan partisipatif dalam menangani persoalan sosial. Menurutnya, berbagai inisiatif yang dikemas dalam bentuk perayaan, festival rakyat, dan ruang kebersamaan mampu mengajak masyarakat terlibat tanpa merasa digurui.
Iqbal menegaskan, persoalan sosial di NTB, termasuk perkawinan anak, tidak dapat diselesaikan secara parsial. Pemerintah Provinsi NTB memilih pendekatan terintegrasi dengan menyentuh akar persoalan utama, yakni kemiskinan.
“Kemiskinan menjadi ibu dari berbagai persoalan sosial yang saling berkaitan. Karena itu, kebijakan pembangunan sosial di NTB diarahkan untuk menyelesaikan masalah secara menyeluruh dengan pengentasan kemiskinan sebagai fondasi utama,” ujarnya.
Pendekatan tersebut, lanjut Iqbal, diharapkan mampu membangun kesejahteraan masyarakat NTB secara berkelanjutan sekaligus memperkuat perlindungan terhadap anak dan perempuan.







