
MATARAM (KabarBerita) – Kepala ombudsman NTB Dwi Sudarsono dalam acara silaturahmi bersama para awak media/jurnalis, Kamis (24/4) mengungkapkan bernagai temuannya di dunia pendidikan dan tenaga kesehatan di Nusa Tenggara Barat.
Dwi menyampaikan bahwa saat ini pihaknya telah menerima 45 kasus yang berada pada tahap periksa. Dimana kasus ini di dominasi oleh dunia pendidikan dan kesehatan.
Di pendidikan kata Dwi, masih maraknya pungutan liar terutama menjelang kelulusan bagi para siswa/i yang sangat memberatkan orang tua. Apa lagi hal itu dilakukan dengan menahan ijazah apabila tidak mengikuti perintah pihak sekolah.
Terkait aduan tersebut pihaknya menghimbau kepada pihak sekolah agar acara pelulusan tidak dilakukan dengan cara berlebihan apalagi sampai menyewa gedung. Hal itu dinilai sangat memberatkan orang tua murid. Karena tentu dana yang digunakan berasal dari pungutan terhadap para orang tua siswa.
“Acara pelulusan tidak dilakukan terlalu berlebihan apalagi sampai menyewa gedung untuk acara pelulusan itu sangat memberatkan orang tua murid” tuturnya.
“Jadi tidak boleh ada pungutan liar itu dengan dalih acara pelulusan,” tambahnya.
Selain pungli, Dwi juga mengungkap adanya kesenjangan terkait para petugas medis yang lebih memilih berkarir di perkotaan ketimbang di daerah pelosok. Akibatnya di daerah pelosok masih terjadi kekurangan tenaga medis.
Menurutnya tenaga medis perkotaan dan daerah pelosok harus disetarakan, sehingga tidak memunculkan kesenjangan.
Ia menyampaikan kasus yang terjadi di daerah Lombok Tengah, sesuai dengan data yang sudah di kumpulkan oleh ombudsman bahwa sekitar 64% pasien langsung di bawa ke IGD RSUD Praya daripada harus menunggu di puskesmas karena dokter tidak selalu standby disana (puskesmas).
“Mereka lebih meilih jalur potong kompas supaya lebih cepat dilayani dari pada terlalu menunggu lama di puskesmas,” terangnya.
“Para dokter di puskesmas tidak onsite tapi oncall,” tambahnya.
Hal ini juga menjadi penyebab pembludakan pasien di RSUD praya beberapa waktu lalu.
“Ini harus menjadi perhatian pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota supaya adanya regulasi yang menempatkan para medis yang selalu standby di puskesmas supaya hal yang sama tidak terjadi lagi,” tandasnya.