
Mataram(KabarBerita) -Proses pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Rancangan APBD Kota Mataram Tahun 2026 berlangsung alot. Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Mataram belum menemukan kesepahaman soal cara menutup defisit anggaran yang muncul akibat pemangkasan dana transfer dari pemerintah pusat.
Kedua pihak masih tarik ulur dalam menentukan pos belanja mana yang perlu dikurangi. Rapat yang digelar secara tertutup pada Senin (10/11) bahkan sempat diskors karena belum ada titik temu.
Ditemui saat rapat diskors, Sekda Kota Mataram Lalu Alwan Basri mengatakan, pembahasan difokuskan untuk mencari solusi bersama atas defisit yang kini mencapai puluhan miliar rupiah.
“Kita duduk bersama membahas bagaimana menyikapi defisit ini, pos-pos anggaran mana saja yang perlu dikurangi,” ujar Alwan.
Menurut Alwan, defisit yang semula mencapai Rp600 miliar kini turun menjadi sekitar Rp84 miliar setelah dilakukan serangkaian penyesuaian. Namun, angka tersebut belum final karena masih menunggu kesepakatan bersama dengan DPRD.
“Anggaran pokir (pokok pikiran dewan) bukan dinolkan, tapi belum dibahas. Eksekutif sudah memangkas belanja operasional dan belanja modal, sekarang kami menunggu dari legislatif, program aspirasi apa saja yang bisa dikurangi,” jelasnya.
Ia menegaskan, pembahasan KUA-PPAS kali ini dilakukan secara terbuka dan setara antara eksekutif dan legislatif. “Tidak ada yang dominan. Semua dibahas bersama untuk mencari solusi terbaik,” ujarnya.
Proyeksi rancangan APBD 2026 Kota Mataram mencapai sekitar Rp1,6 triliun. Namun, nilai defisit Rp84 miliar tersebut masih bersifat sementara dan dapat berubah setelah ada kesepakatan final soal pemangkasan atau penyesuaian belanja daerah.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Mataram, Abdul Malik, menyebut pihaknya memiliki pandangan berbeda dalam menutupi defisit. DPRD lebih mendorong peningkatan pendapatan daerah ketimbang memotong anggaran belanja.
“Kalau pendapatan daerah bisa ditingkatkan, maka penyusunan belanja bisa lebih mudah dirancang tanpa perlu mengorbanlan program prioritas,” ujar Malik.
Ia menilai, sektor pajak dan retribusi daerah masih memiliki ruang besar untuk digarap, terutama dari pajak hotel, restoran, dan parkir. “Saat ini kinerja fiskal daerah menjadi dasar penentuan TKD (Transfer ke Daerah). Kalau kinerjanya rendah, pusat bisa melakukan koreksi. Karena itu, daerah harus berinovasi dan mencari terobosan untuk meningkatkan pendapatan,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Sekda Alwan Basri mengaku sepakat. “Kami terbuka terhadap usulan dewan. Sektor pendapatan mana yang bisa ditingkatkan akan kami sampaikan ke OPD pengelola PAD. Bisa dari pajak hotel dan restoran, retribusi parkir, atau pasar, nanti kita lihat mana yang paling potensial,” katanya.(ir).







