
Mataram, (KabarBerita) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram telah menerima surat penetapan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan masker Covid-19. Setidaknya ada enam orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kasus korupsi tersebut, terjadi pada pengadaan masker Covid-19 di Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Diskop UMKM) Provinsi NTB tahun 2020, yang saat itu Kepala Diskop UMKM NTB dijabat oleh Wirajaya Kusuma. Sementara Dewi Noviany merupakan Kepala Sub Bagian (Kasubag) Tata Usaha (TU) Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB.
Di antara 6 (enam) tersangka itu, ada nama mantan Wakil Bupati (Wabup) Sumbawa, Dewi Noviany, dan Kepala Biro Ekonomi Sekretariat Daerah (Setda) NTB, Wirajaya Kusuma, yang juga merupakan Ketua Pansel Bank NTB Syariah.
Sesuai yang diterima Kejari Mataram, Penetapan tersangka itu tertuang dalam surat nomor : B/673/V/RES.3.3/2025/Reskrim, tanggal 7 Mei 2025, dengan perihal pemberitahuan penetapan tersangka. Surat kepada Kepala Kejari Mataram itu dibenarkan Kasi intel Kejari Mataram, Muhammad Harun Al Rasyid.
“Benar, sudah diterima,” ujar Harun, Selasa (20/5) beberapa waktu lalu.
Menanggapi hal tersebut Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah (Setda) NTB Lalu Rudy Gunawan S.H,M.H mengatakan semua orang boleh berpendapat tetapi yang menentukan keputusan adalah Pengadilan.
“Kewenangan adalah milik hakim jadi tidak cukup dengan alat bukti itu saja dan belum tentu bersalah karena hukum menegaskan asas praduga tak bersalah sepanjang belum ada putusan pengadilan, jadi semua orang bebas berpendapat inikan negara demokrasi, ” tegasnya.
Rudy juga menjelaskan terkait dengan 2 (dua) alat bukti yang sah itu untuk tingkat penyidikan dan minimal 2 (dua) alat bukti yang sah ditambah dengan keyakinan hakim maka baru hakim bisa memutuskan apakah orang tersebut bersalah atau tidaknya.
“Minimal 2 alat bukti yang sah itu untuk tingkat penyidikan, tapi sudah ada dugaan, tapi ingat orang yang bersalah itu diputuskan oleh hakim di pengadilan, syaratnya minimal 2 bukti yang sah dan keyakinan hakim,” terangnya.
Terkait dengan adanya informasi yang beredar bahwa Karo Hukum menelusuri keberadaan surat, Dia mengaskan bahwa itu hoax.
“Itu hoax kami tidak pernah melakukan penelusuran, kami ini orang hukum jadi patokan kami hukum juga ” tandasnya.
Ditanyai tentang pendapatnya mengenai Karo Ekonomi, Rudy mengatakan.
“Tidak boleh kita punish orang duluan, kalau kemungkinan yes, tapi hakim juga manusia,” katanya.
Terkait pendampingan tentang kasus Korupsi yang menimpa salah satu OPD di Lingkuan Pemprov, Rudy menegaskan bahwa tidak boleh Pemprov memberikan perlindungan hukum.
“Nggak boleh Pemprov memberikan perlindungan hukum terkait kasus korupsi, tapi secara moril sebagai Kepala OPD, kita harus mendukung Konstitusi Hukum yang bersih, kita dukung sebagai sahabat saja, memberikan semangat dan dukungan, buktikan benar atau tidaknya Dia yang tau, hadapi dengan Gentle dan buktikan kalau dia tidak bersalah,” pungkasnya. (Wira)