
MATARAM (KabarBerita)-PT. Sumbawa Juta Raya (SJR) merupakan salah satu perusahaan pertambangan di Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat proyeksi cadangan bijih (ore) mentah yang signifikan untuk jangka waktu satu dekade ke depan.
Department Head PT SJR, Gatot Arie Setyanto menyampaikan bahwa perusahaan memiliki cadangan produksi mencapai 10 juta ton bijih, yang diperkirakan cukup untuk 10 tahun masa operasi.
Ia juga menegaskan bahwa angka 10 juta ton itu, merujuk pada bahan mentah atau bijih (ore), bukan produk akhir (barang jadi). “Jumlah cadangan produksi PT SJR untuk 10 tahun mencapai 10 juta ton bijih. Bijih itu adalah bahan mentah, karena kami tidak memproduksi barang jadinya, tapi masih berupa konsentrat yang mengandung banyak campuran,”ungkapnya kepada awak media di Hotel Santika Mataram, Selasa (4/11/2025).
Gatot Arie juga mengatakan bahwa komitmen dan transparansi melalui ANTAM dalam hal pemurnian dan penjualan, PT SJR bekerja sama dengan PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM), sebuah langkah yang menurut Gatot menjamin akuntabilitas data produksi. “Pemurniannya di ANTAM. Jadi kalau rekan-rekan butuh informasi tentang hasil produksi, tinggal lihat saja di ANTAM, dan kami tak bisa bohong-bohong. Yang menjual hasil akhirnya juga adalah mereka,”katanya.
Lebih lanjut Gatot Arie memaparkan bahwa luas lahan dan tantangan eksplorasi PT SJR memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sangat luas, mencakup area lebih dari 8.000 hektar. Namun, Ia mengakui bahwa kegiatan eksplorasi masih sangat minim dibandingkan total lahan yang dimiliki. “Untuk luas lahan IUP, 8 ribu hektar lebih. Yang sudah dieksplorasi baru 900 hektar dan ini baru 10 persen yang kita hasilkan,”bebernya.
Dikatakan juga, mengenai jenis bijih yang mendominasi cadangan mereka, yang berdampak pada kompleksitas proses pengolahan. “Jadi bijih itu ada dua, yaitu oxide dan sulfide (sulfida). Kami 75 persen itu sulfida,” ucapnya.
Bijih sulfide dikenal memiliki proses pengolahan yang lebih rumit dibandingkan bijih oxide, seringkali membutuhkan tahap pra-pemrosesan yang lebih kompleks. “Kalau di KSB Kemungkinan dengan merujuk ke fasilitas pengolahan di kawasan Sumbawa Barat atau spesifikasi teknis itu dijadikan wes dulu. Jadi proses pengolah juga lebih rumit untuk sulfat ini,”tambahnya.
“Jadi dengan semakin besar hasil yang kami terima, maka Insya Allah PAD juga semakin besar intinya,” harap Gatot Arie. (Wir/red).








