
MATARAM (KabarBerita) – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI Muhammad Tio Aliansyah memberikan apresiasi kepada media yang telah berperan serta dalam mengawal proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di NTB. Keterlibatan media menurutnya sangat penting, terutama dalam meminimalisir jumlah laporan kepada DKPP.
“Dan karena teman-teman inilah sehingga laporan yang masuk ke DKPP dari seluruh tahapan pilkada itu hanya dua. Karena kalau media ini tidur, penyelenggara bisa lupa diri. Temen-temen ini melek dan mengawal sehingga Alhamdulillah laporan di tahun 2025 kecil hanya dua dan itupun belum tentu masuk tahapan pemeriksaan karena harus dilakukan verifikasi administrasi dan verifikasi materil,” ujar Tio dalam acara Ngetren Media (Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu Dengan Media) di Mataram, Sabtu (8/2).

Tio juga mengapresiasi momen keakraban yang tunjukkan media di NTB bersama penyelenggara baik KPU maupun Bawaslu. Keakraban ini diharapkan juga bisa turun ke bawah ketingkat Kabupaten/Kota.
“Semoga silaturrahmi ini bisa tetap terjaga sehingga apa pun yang menjadi harapan publik dan peserta pemilu bisa terpenuhi. Artinya ketika masyarakat membutuhkan transparansi bisa melalui media. Ketika masyarakat membutuhkan informasi bisa melalui media,” pungkasnya.
Selain mengapresiasi peran serta media, dalam kesempatan ini Tio juga menyampaikan di tahun 2024 lalu DKPP menerima 790 aduan dugaan pelanggaran etik penyelenggara pemilu di 38 provinsi di Indonesia. Khusus di Provinsi NTB, DKPP menerima 16 aduan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu baik Bawaslu dan KPU.
“Data yang kami terima tahun 2024 itu ada 16 pengaduan. Aduan ini kami sedang melakukan telaah dan pemeriksaan,” ujar Tio.
Dirincikan 16 aduan dugaan pelanggaran etik penyelenggara pemilu itu di antaranya di Lombok Tengah 4 pengaduan, Lombok Timur 4 pengaduan, Lombok Utara 3 pengaduan, Dompu 3 pengaduan, Lombok Barat 1 pengaduan, dan Sumbawa 1 pengaduan.
“Tahun 2025 ini ada dua pengaduan masuk. Satu pengaduan di Kabupaten Bima dan satu pengaduan di Kota Bima,” ujar Tio.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Muhammad Khuwailid mengatakan ada dua objek etik yang bisa dilaporkan kepada penyelenggara pemilu.
Dalam kode perilaku kata Khuwailid penyelenggara pemilu dilarang melakukan by omission atau penyelenggara tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. Kedua penyelenggara dilarang melakukan by comission penyelenggara melakukan sesuatu tindakan secara langsung yang terhadap sesuatu tidak dilakukan.
“Dari bisa jadi penyelenggara itu tidak melakukan sesuatu. Misalnya pasal 135 A dalam UU pemilu Bawaslu memiliki kewenangan memutus pelanggaran administrasi yang bersifat terstruktural, sistematis dan massif.
“Contoh kemarin Bawaslu memberikan imbauan soal tahapan mutakhir data pemilih. Itu kita maknai sebagai langkah pencegahan. Jadi itu yang harus ditindaklanjuti oleh penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU,” ujarnya.
Ketua Badan Pengawas Pemilu NTB Itratip menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan kepatuhan etik selama melakukan pengawasan pemilu. Dalam indeks Pertahun Etik Penyelenggara tahun 2024, NTB masuk 7 besar dari 38 provinsi di Indonesia.
Angka itu muncul karena, Bawaslu aktif melakukan kerja-kerja pengawasan pemilu dengan melibatkan insan media selama tahapan Pileg, Pilpres dan Pilkada serentak tahun 2024 di NTB.
“Indeks keterbukaan kita yang dikeluarkan oleh DKPP itu capai 87,73 persen. Kita masuk dalam penyelenggara sangat patuh,” ujarnya.
Ada pun indeks Keterbukaan Informasi berdasarkan Survei Persepsi tahun 2024, penyelenggara dan pengawasan pemilu di NTB berada di angka 80 persen.
“Artinya selama ada laporan kami selalu memberikan informasi perkembangan ke tengah publik. Sebisa mungkin kami dapat memberi informasi itu melalui media,” tandas Itratip.








