
MATARAM (KabarBerita) – Kebijakan pemerintah pusat mencabut moratorium penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi disambut positif banyak pihak. Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PAN Dapil NTB 2, Muazzim Akbar bahkan mengungkapkan pentingnya pencabutan moratorium tersebut untuk mengurangi pemberangkatan PMI secara ilegal dan meningkatkan perlindungan terhadap hak-hak mereka.
Pemerintah Indonesia memberlakukan moratorium terhadap pengiriman atau penempatan PMI ke Timur Tengah, khususnya ke Arab Saudi melalui Keputusan Menteri Nomor 26 tahun 2015. Namun, Muazzim Akbar berpendapat bahwa moratorium tersebut perlu dicabut karena banyak PMI yang tetap berangkat secara non-prosedural. Setiap bulannya, diperkirakan sekitar 5.000 PMI berangkat secara ilegal ke Arab Saudi.
“Nah ini tentunya menjadi perhatian kita, sebab negara penerima atau penempatan PMI ini menerima pekerja kita. Kenapa justru kita yang moratorium. Justru, kenapa kita yang tidak kasi warga kita untuk berangkat kesana, disatu sisi warga negara kita ini luar biasa antusiasnya mau kerja disana (Arab Saudi -red),” ucapnya, Selasa (25/3/2025).
Sehingga, tidak ada alasan pemerintah untuk tidak segera membuka moratorium ini maka akan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Sebab itu adalah hak asasi untuk mencari pekerjaan ke luar negeri, ditahan-tahan. Terbukti dengan mereka bekerja secara non prosedural.
Untuk mengantisipasi PMI non prosedural ini, salah satu solusinya adalah segera membuka moratorium penempatan PMI ke Timur Tengah. Berkaitan dengan hal-hal lain seperti, gaji, harus dievaluasi termasuk pengawasan terhadap PMI menjadi tugas bersama.
“Dari hasil monitoring, khususnya DPR RI, PMI yang bermasalah diluar negeri itu rata-rata adalah PMI non prosedural. Kalau yang prosedural enggak pernah ada masalah. Ada tapi sangat kecil. Hampir 95 persen PMI yang bermasalah di luar negeri adalah PMI yang melalui jalur non-prosedural,” ungkapnya.
Muazzim mengapresiasi Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (KP2MI) yang telah membuka moratorium penempatan PMI ke Timur Tengah. Karena ke Timur Tengah ini tidak hanya pekerja domestik atau pembantu rumah tangga tetapi banyak juga permintaan untuk perawat, pekerja konstruksi, dan pekerja lainnya. Sehingga ini adalah peluang dan kesempatan kerja di luar negeri harus segera direspon oleh pemerintah.
Harapannya dari itu semua yakni devisa negara dari hasil penempatan PMI ini akan semakin besar. Untuk tahun 2024 kemarin, devisa dari penempatan PMI kurang lebih sekitar 269 triliun, terbesar kedua dari migas.
“Itu luar biasa dan saya sudah memberikan target kepada Kementerian P2MI. Kalau segera dia buka penempatan PMI ke Timur Tengah ini, saya optimis di 2025 ini sekitar 500 triliun devisa negara yang kita dapat dari PMI ini,” ujarnya.