
Mataram, (KabarBerita) – Keinginan masyarakat Pulau Sumbawa untuk lepas dari provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan menjadi provinsi baru bernama Provinsi Pulau Sumbawa (PPS) nampaknya tak bisa ditawar lagi.
Berbagai gerekan perjuangan untuk mendesak pemerintah pusat mencabut moratorium Daerah Otonomi Baru (DOBL pun dilakukan mulai dari gerakan turun kejalan hingga gerakan politik yang dimotori para elit pulau Sumbawa.
Terbaru para elit pulau Sumbawa yang tergabung dalam Komite Perjuangan Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (KP4S) menyerahkan data tambahan PPS kepada Komisi II DPR RI yang tengah melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Provinsi NTB pada Rabu (28/5).
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi menegaskan bahwa usulan pemekaran daerah itu banyak yang masuk di meja Komisi II. Namun masalahnya, kata Dede Yusuf Komisi II melihat daerah yang mau dimekarkan itu sanggup atau tidak untuk membiayai dirinha dalam kurun waktu 5 sampai 10 tahun kedepan. Kemudian yang kedua, daerah yang ditinggalkan itu sanggup atau tidak menjadi daerah mandiri.
“Jadi ini bukan soal mau atau tidak mau,” tegas Dede Yusuf saat ditemui di salah satu hotel di kawasan Senggigi Lombok Barat, Rabu (28/5) malam.
Lebih lanjut, politisi partai Demokrat ini mengatakan Komisi II DPR RI saat ini tengah meminta Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menjelaskan rencana besar pemerintah pusat terkait dengan pemekaran daerah baik itu provinsi maupun Kabupaten/Kota.
“Konteknya begini, berapa provinsi kita butuh. Contoh pulau Kalimantan yang begitu luas, provinsinya cuman sedikit. Jadi paradigmanya apakah dari jumlah penduduk kah atau luas wilayah kah, itu juga harus ada kajian,” jelasnya.
Terkait data tambahan yang diserahkan oleh KP4S, ia mengatakan Komisi II akan mempelajari dengan memanggil pihak-pihak yang dianggap sudah memiliki dasar-dasar hukum yang kuat.
“Yang kita kejar sekarang itu adalah Peraturan Pemerintah (PP) nya dulu,” pungkas Dede Yusuf.
Menurutnya PP yang akan dijadikan acuan Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) belum dirubah sejak moratorium pada tahun 2014 lalu. PP itu diperlukan Komisi II sebagai acuan untuk mengetahui daerah mana yang akan didahulukan untuk dimekarkan.
Disamping itu, lanjut aktor laga era 90-an ini dalam pembentukan DOB perlu mempertimbangkan kesiapan negara termasuk kesiapan keuangan pemerintah pusat dalam membiaya daerah yang dimekarkan.
“Kalau ada provinsi baru maka pusat harus memberikan bantuan lagi, ada transfer lagi. Karena disitu ada asn, ada kapolda, ada pangdam dan seterusnya. Jadi nggak sesederhana itu. Kesiapan negara, kesiapan keuangan pemerintah pusat juga harus menjadi pertimbangan,” pungkasnya.








