
Mataram, (KabarBerita) – Anggota Komisi I DPRD NTB, Marga Harun, geram dengan kekalahan Pemprov NTB dalam sengketa aset daerah yakni lahan di atas bangunan Kantor Bawaslu NTB dan Gedung Wanita di Jalan Udayana, Kota Mataram.
Politisi PPP ini menilai, langkah hukum Pemprov NTB dalam menyelamatkan aset daerah itu sangat lemah. Hal itu setelah Mahkamah Agung (MA) menggugurkan upaya hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB dalam perkara dugaan pemalsuan dokumen lahan yang kini berdiri Kantor Bawaslu NTB dan Gedung Wanita.
Menurut Marga, kelemahan pemprov karena tidak terlalu serius dalam urusan pendataan aset, termasuk kelengkapan administrasi dan bukti-bukti yang bisa dilampirkan bahwa aset tersebut benar milik pemerintah daerah.
“Ini mestinya harus dievaluasi. Jadi ini semacam pukulan moral bagi pemprov,” kata Marga Harun kepada KabarBerita, Senin (16/6).
Sebelumnya, kata Marga pihaknya telah mengingatkan kepada pemprov dalam hal ini Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) agar melakukan penataan dan pendataan ulang terhadap aset-aset yang harus diselamatkan.
“Jangan sampai terulang kekalahan pemprov terhadap lawan sengketanya itu,” ujarnya.
Anggota DPRD NTB dari dapil VI (Dompu, Bima dan Kota Bima) ini menambahkan kelemahan pemprov berikutnya yakni gagal menyiapkan pengacara-pengacara profesional dalam upaya menyelamatkan aset.
“Kalau pengacara tidak mumpuni akan terulang lagi kejadian seperti ini, maka ini yang harus dipikirkan oleh pemprov bagaimana upaya untuk menyelamatkan aset-aset milik pemprov itu secara masif dan komprehensif,” pungkasnya.
Marga juga mengungkapkan dampak buruk dari kekalahan itu terhadap pemprov bisa menjatuhkan marwah dan citra pemprov yang hanya mampu mengklaim tapi tidak mampu melakukan penertiban aset yang menjadi milik pemprov. Sehingga ketika digugat atau ada persoalan hukum sudah memiliki bukti yang kuat bahwa aset itu adalah milik pemprov.
“Jadi saya tegaskan BPKAD supaya mendata aset pemrov dengan baik agar ketika digugat atau ada persoalan hukum seperti ini, pemprov sudah siap dan punya bukti yang kuat bahwa aset itu milik pemprov,” tegasnya.
Sebelumnya, MA menyatakan terdakwa Ida Made Singarsa tidak terbukti bersalah dalam perkara dugaan pemalsuan dokumen atas lahan tersebut.
Humas Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Kelik Trimargo, membenarkan bahwa perkara tersebut telah MA putuskan. Meski begitu, pihaknya belum menerima salinan resmi putusan.
“Putusan kasasinya memang sudah terbit di website MA. Tapi berkasnya belum kami terima. Jadi belum bisa kita eksekusi,” jelas Kelik.
Diketahui, kasus ini bermula saat Ida Made Singarsa menggugat Pemprov NTB, Ketua Bawaslu NTB, dan Pemkab Lombok Barat. Ia mengklaim bahwa lahan tempat berdirinya Kantor Bawaslu NTB dan Gedung Wanita adalah tanah warisan dari almarhum ayahnya, Ida Made Meregeg.
MA mengabulkan gugatan tersebut setelah sebelumnya ditolak pada tingkat pertama. Pemprov NTB sempat mengajukan Peninjauan Kembali (PK), namun MA kembali menolak permohonan itu.
Dalam persidangan sebelumnya, terungkap bahwa Pemprov NTB mengklaim lahan itu sebagai aset negara berdasarkan dokumen pinjam pakai antara orang tua Ida dan Bupati Lombok Barat tahun 1964.
Pinjam pakai tersebut berlaku selama 20 tahun hingga 1984, namun hingga kini Pemprov belum mengembalikan lahan tersebut.
Pemprov NTB kemudian meragukan keaslian surat pinjam pakai tersebut. Mereka menilai surat itu tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku, seperti PP No. 40 Tahun 1996 dan Permendagri No. 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD).
Selain itu, Pemprov menemukan perbedaan tanda tangan Bupati Lombok Barat pada surat penggugat dan tergugat. Pemerintah pun melaporkan dugaan pemalsuan dokumen ke Dit Reskrimum Polda NTB, yang berujung pada penetapan Ida Made Singarsa sebagai tersangka.
Namun, dengan keputusan kasasi MA yang menyatakan Ida tidak bersalah, Pemprov NTB kini berhadapan dengan ancaman kehilangan aset strategis yang telah lama mereka gunakan untuk kepentingan publik.
Penulis : Dedy Supiandi







