
Mataram(KabarBerita) – Pemerintah Kota Mataram kembali menegaskan komitmennya dalam memerangi stunting, tetapi kali ini caranya lebih menyentuh: menghadirkan figur “orang tua asuh” bagi anak-anak yang terhambat pertumbuhannya akibat kekurangan gizi. Gagasan ini muncul dari Tim Penggerak PKK Kota Mataram sebagai langkah kolaboratif yang melibatkan langsung masyarakat.
Ketua TP-PKK Kota Mataram, Hj. Kinnastri Mohan Roliskana, menyampaikan bahwa stunting bukan sekadar persoalan kesehatan, tetapi persoalan empati. Karenanya, penanganannya juga memerlukan kedekatan dan kepedulian sosial.
“Menekan angka stunting tidak bisa hanya mengandalkan program pemerintah. Masyarakat harus ikut menjadi bagian dari solusi,” ujarnya.
Data awal Desember menunjukkan angka stunting di Mataram berada di angka 5,87 persen, setara dengan sekitar 1.900 anak. Kinnastri memasang target ambisius: angka tersebut ditekan hingga 0 persen pada triwulan pertama 2026.
Untuk mencapai itu, setiap anak stunting akan memiliki satu orang tua asuh. Namun, memilih orang tua asuh tidak bisa sembarangan. PKK kelurahan hingga pembina posyandu akan turun memetakan siapa yang mampu dan tepat melakukan pendampingan.
“Tidak bisa asal tunjuk. Kita harus cocokkan agar bantuan tepat dan merata,” tegasnya.
Orang tua asuh bukan sekadar pemberi bantuan gizi. Mereka akan dibekali panduan melalui buku saku penanganan stunting, sehingga mampu memahami kebutuhan anak secara lebih komprehensif,mulai dari asupan nutrisi hingga pemantauan kesehatannya.
Upaya ini diambil karena fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak anak stunting juga memiliki penyakit penyerta (komorbid) yang membutuhkan perhatian lebih serius.
PKK pun mendapatkan dukungan tambahan dari instansi lain. Salah satunya RSUD H.Moh. Ruslan yang bersedia membuka poli khusus stunting, dikhususkan bagi anak-anak yang harus dirujuk dari puskesmas.
Kinnastri menyampaikan,selama ini, bantuan gizi untuk anak stunting hanya diberikan setiap dua minggu hingga sebulan sekali. Program orang tua asuh diharapkan membuat suplai makanan bergizi lebih kontinu dan tepat kebutuhan.
“Yang kita jaga adalah kontinuitasnya, bukan hanya momen pemberian bantuan,” ujar Kinnastri.
Dukungan terhadap gerakan ini ternyata tak hanya datang dari PKK. Sejumlah organisasi perempuan juga telah bergerak menjadi orang tua asuh, salah satunya Dharma Wanita Persatuan. Setiap unitnya kini memiliki wilayah binaan masing-masing. Misalnya, Dinas Lingkungan Hidup yang memilih posyandu di kawasan Jempong sebagai sasaran pendampingan.
Gerakan ini bukan hanya memerangi stunting dari sisi medis atau program pemerintah, melainkan menghidupkan kembali semangat kepedulian sosial di tengah masyarakat. Karena tumbuh kembang anak tidak hanya ditentukan oleh kadar gizi, tetapi juga oleh perhatian yang tak terputus dari lingkungan sekitarnya. Dengan cara gotong royong, Mataram berharap bisa menyongsong masa depan tanpa stunting,dimulai dari pelukan orang tua asuh yang peduli.








