
Mataram, (KabarBerita) – NTB menjadi provinsi teratas dalam kasus kredit macet Pinjaman Online (Pinjol) di angka 4,36 persen. Itu lebih tinggi dari rata-rata nasional 2,85 persen.
Dari data tersebut, masyarakat NTB sangat rentan terpapar pinjol dan judi online (Judol).
Kondisi itu sangat meresahkan, sehingga legislatif berupaya melakukan intervensi melalui Raperda Fasilitasi Pencegahan dan Penanggulangan Judi Online, Pinjaman Online, dan Rentenir. Raperda ini sedang dibahas oleh Badan Pembentukan Peraturan Daerah 54 (Bapemperda) DPRD NTB.
“Kami ingin ada langkah intervensi dalam masalah ini melalui regulasi,” kata Anggota Bapemperda DPRD NTB Lalu Arif Rahman Hakim, Senin (13/10).
Disampaikan politisi partai Nasdem itu, Raperda Penanggulangan Judi Online, Pinjaman Online, dan Rentenir pendekatannya adalah pencegahan dan edukasi. Bukan pada penindakan dan penerapan sanksi.
“Kami fokus ke pencegahan dan edukasi ke masyarakat. Karena kalau penindakan adalah kewenangan aparat penegakan hukum,” jelas Lalu Arif.
Dalam regulasi itu pihaknya akan menggandeng organisasi keagamaan maupun organisasi kemasyarakatan.
Edukasi bertujuan untuk membentengi masyarakat dari jeratan transaksi keuangan ilegal. Tujuannya agar masyarakat terhindar dari jeratan praktek keuangan digital ilegal
seperti pinjol maupun judol. Karena maraknya pinjol dan judi online saat ini sudah sangat meresahkan masyarakat.
“Jangan sampai anak-anak muda kita terjerat oleh judi online dan pinjol. Maka penting untuk dilakukan intervensi,” papar Arif.
Kondisi ini mengancam stabilitas ekonomi rumah tangga dengan utang berbunga tinggi, daya beli masyarakat menjadi turun. Kondisi ini juga memicu risiko sosial seperti stres finansial hingga konflik keluarga.
“Terutama bagi kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah yang terjebak dengan siklus utang yang tidak produktif,” pungkas politisi NasDem itu.
Selain Raperda Fasilitasi Pencegahan dan Penanggulangan Judi Online, Pinjaman Online, dan Rentenir, Bapemperda juga lagi membahas soal raperda Pemberian Izin Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Regulasi itu ditargetkan tuntas tahun ini.
“Raperda ini akan menjembatani persoalan silang pendapat soal tambang rakyat selama ini. Khususnya terkait keberadaan tambang rakyat ilegal,” kata Ketua Bapemperda DPRD NTB Ali Usman Ahim.
Nah, dengan hadirnya perda WPR, diharapkan sejumlah aktivitas pertambangan itu bisa dilegalkan. Tujuannya agar bisa mendatangkan manfaat bagi masyarakat dan menjadi pendapatan asli daerah (PAD) bagi Pemprov NTB.
“Sehingga penting untuk dilegalkan,” ujar Ali Usman.
Selama ini, sambung dia, tambang ilegal sangat identik dengan aktivitas eksploitasi yang berdampak pada kerusakan lingkungan. Sementara hasilnya dikeruk dan dibawa ke luar. Pemprov NTB sama sekali tidak memperoleh keuntungan berupa PAD.
Jika dilegalkan nanti akan ada kontrol dalam merawat dan menjaga lingkungan. Tapi juga di sisi lain ada kontribusi PAD untuk daerah. “Kegiatan penambangan harus dilakukan dengan pendekatan ramah lingkungan. Tapi di satu sisi bisa memberikan pendataan daerah,” jelas Ali Usman.
Selain itu, raperda lain yang digodok adalah Pedoman Pengelolaan Sumbangan dan Partisipasi Masyarakat di Sekolah.
Bapemperda DPRD NTB menegaskan pentingnya sinergi antara legislatif dan eksekutif agar penyusunan raperda benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat NTB. Sejumlah usulan juga disepakati untuk dimasukkan dalam program prioritas 2026 serta ditindaklanjuti melalui koordinasi harmonisasi dan penyusunan naskah akademik. (red)







